Parenting that PARENT SHOULD THINK!

 

Hai hai. How are you today? Topik pembahasan kali ini agak serius ya, hehe. Yaiyalah udah jadi orangtua 2 anak masa masih mau cengengesan melulu yakan. Meskipun cengengesan ditengah badai itu juga perlu, kalo kata anak-anak jaman now buat work life balance dan menjaga mental health tetap baik hahaha.

Jadi minggu lalu ada seminar parenting yang diadain sama sekolah si kakak, yang mengundang semua orangtua murid. Temanya adalah Moving together: Parents and Educators for Healthy Growth of Children in the Digital Era. Speakernya dulunya tenaga pengajar  dan kepala sekolah, tapi sekarang udah resign dan fokus jadi pembicara buat tema2 parenting semacam itu.

Sebelum ikut seminar ini, aku melihat parenting dengan segala teori-teorinya ya Cuma dari browsing online. Kadang muncul dari Instagram para praktisi kesehatan dan tumbuh kembang anak, selebihnya ya dari praktek langsung menghadapi anak yang ujiannya sungguh ada aja. Harus belajar setiap hari. Jadi orangtua nggak pernah ada sekolahnya. Semua otodidak, dan kadang tiba-tiba ada kuis, ada ujian, ada sidang HAHA. Iya, emang se-otodidak itu. Kalo ada pakemnya atau petunjuk pakai kayak kalo kita beli barang elektronik, mungkin klinik tumbuh kembang anak nggak pernah ada di dunia ini. Dokter anak juga ga diperlukan kayaknya, karena kalo sakit juga udah ada pakemnya harus diapain.

Tapi justru karena setiap anak itu unik dengan kepribadiannya masing-masing, satu- satunya cara untuk memahami dan membersamai dia adalah  dengan dekat dengan dia, meluangkan waktu untuk bener-bener pantau tumbuh kembangnya. Menyadari bahwa anak dan orangtua sama-sama belajar. Orangtua (dalam hal ini aku sebagai generasi milenial), menjalani peran untuk mendampingi anak generasi alfa, kita sebagai tamu doang di generasi ini. Ini generasinya mereka, anak2 alfa. Kalo kita sebagai orangtua nggak adjust, ngotot mau nerapin pola parenting yang diterapkan ke kita waktu kecil, ya nggak bisa.”Lah dulu aku juga dibiarin main nggak masalah tuh. Masih kelas 1 SD pulang naik angkot sendiri dari sekolah ke rumah juga baik2 aja tuh.” Yaa monggo sih kalo mau punya pemikiran era orde baru sih bye aja jangan lanjutin baca tulisan ini karena ngga akan masuk. Dulu orang sejahat-jahatnya ngapain sih, nyopet mungkin. Penculikan anak  juga belum yang gimana-gimana kayak sekarang ini. Kejahatan semaikin banyak mengintai, kewaspadaan juga harus ditingkatin kalo mau aman. Atau, “Yaelah makan pada susah-susah amat sih, dulu aku umur 2 bulan juga udah dikasih pisang kata ibu aku.”YHAAAAAAA.

Perkara adjust ngga segampang 6 huruf itu. GImana kalo ternyata kita punya innerchild yang kambuhan, gimana kalo kita punya luka yang belum beres sama orangtua, dan itu membuat kita memperlakukan anak tidak dengan seharusnya. Atau ada kodisi fatherless atau motherless (kalau LDM karena tuntutan kerjaan) atau malah parentless(?) karena tinggal sama kakek neneknya. Kalo yang LDM ya harus salah satu orangtua bisa memerankan dua peran, ya jadi ayah tapi juga jadi ibu di waktu yang sama. Bisa nggak?

Bisa juga nggak ada luka sih, ngga ada innerchild yang gimana-gimana sih  tapi sibuknya minta ampun papa mamanya, jadi anaknya lebih banyak spent time sama mbaknya dirumaht, erpapar gadget screentime entah berapa lama. Orangtuanya sampe rumah udah capek dan endingnya nggak ada komunikasi yang baik antara anak dan orangtua. Mau membatasi screen time ngikutin aturan IDAI, tapi dianya juga ga bisa nemenin, mau delegasi tugas ke mbaknya buat nemenin anak main no gadget juga tergantung personality mbaknya. Ada yang bisa ada juga yang nggak. Mengingat abis pandemic juga kan, anak-anak juga kayak udah kebiasa nonton youtube jadi hiburan satu satunya mereka karena disuruh dirumah aja. Kalo mau no gadget sama sekali ya bisa aja sih Cuma ya energy orangtuanya harus bisa mengimbangi.

Di sisi lain, gadget juga bukan sesuatu yang bisa “dimusnahkan” dari tumbuh kembang anak generasi alfa ini. Kalo masih bayi sih oke ya bisa kita jauhin no gadget. Tapi makin kesini udah makin gede, dia juga kan makin ngerti ya, dan kita juga mesti keeping up anak dengan update teknologi yang akan membersamai  generasinya. Ada teknologi AI, trus virtual reality dengan segala kecanggihannya, belajar coding,dimana semua itu bisa dipelajari dan diketahui kalo ada screen time. Batasan penggunaan screen time sih sejauh ini belum ada yang pasti, harus berapa lama idealnya, karena semua Cuma lihat di outputnya. Screentime lama kalo ternyata anaknya passion di coding ya mungkin juga bukan jadi masalah. Tinggal menyeimbangkan waktu dia bersosialisasi dengan lingkungan ga melulu ngoding aja. Kita harus jadi SUPER TAMENG buat anak-anak supaya terpapar dengan hal positif yang berdampak baik buat tumbuh kembangnya.

Segudang issue parenting di era digital ini semuanya dibahas di seminar itu dan kasih banyak insight karena relate sama aku yang sedang menghadapi si kakak yang lagi ada di fase moody. Hope this is just a phase in her life. Dan semua isi seminar itu menamparku kanan kiri sebanyak 70 kali 77 kali kalo kata alkitab mah. Bagaimana kita harus lebih aktif ngedeketin anak, lebih proaktif make a move bukan nunggu dia ujug-ujug mau curhat  sama kita tentang kesehariannya. Menjadikan dia pribadi yang bisa lebih terbuka sama kita dengan cara kita yang terbuka lebih dulu sama dia.

Parenting itu nyatanya kompleks. Jadi orangtua itu belajarnya seumur hidup. Belum lagi kalau anaknya lebih dari satu, karakternya pasti beda juga. Adjustment tiada henti. Jadi, mempertimbangkan untuk punya keturunan harus banget dibarengi dengan kemauan belajar, nggak gampangin. Berkaca untuk diri sendiri, akupun bukan orangtua sempurna. Kesabaranku masih setipis tisu dibagi 2.kadang kalo tangki cintaku kurang penuh, masih sering emosi melihat anak tantrum. Tapi kembali lagi inget, kalau Tuhan udah kasih kepercayaan berarti Dia tau KITA, mama dan papanya, mampu dan sanggup merawat dan mendidiknya dengan baik.

Semangat kita orangtua generasi alfa. Semoga selalu diberi kesabaran, kekuatan, kemampuan buat mendidik dan membersamai anak-anak. Semakin besar tantangan didepan, yang penting harus KOMPAK sama pasangan untuk jadi partner membesarkan anak.GOD BLESS US. keep rock and roll but dangdut at the same time!

0 Response to "Parenting that PARENT SHOULD THINK!"

Posting Komentar